oleh

Dompu Dalam Pergolakan Politik (2)

Pemerintahan Bupati Dompu Drs H Hidayat Ali diawal-awalnya kurang mendapat perhatian dari pemerintahan atasan karena masih tersisa dendam politik. Pemerintahan jaman orde baru masih bergantung kepada pusat dan propinsi karena sifatnya yang sentralisasi. Keputusan-keputusan Bupati harus melewati propinsi lebih-lebih pusat, tetapi lamban laun pemerintahan dibawah kendali mantan ketua Bappeda Dompu itu akhirnya  dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dari sebuah keputusan politik.

Hidayat Ali terus memerintah, konsep yang dianut oleh Hidayat Ali terutama dalam pengelolaan anggaran dan pembangunan dengan menggunakan sistem bisnis. Sebagai daerah yang sangat minim APBD uang yang digelontorkan oleh pusat hendaknya dimanfaatkan dengan sehemat mungkin untuk dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sebagai putra daerah, Hidayat Ali masih dalam lingkaran darah biru, karena itu sistem pemerintahanya juga dipengaruhi oleh sifat keturunanya tegas dan kadang-kadang otoriter. Banyak pembangunan yang berhasil ditelorkan olehnya, termasuk didalamnya mengambil kembali danau mungil satonda yang sebelumnya di kelola oleh pemerintah Kabupaten Bima.

Massa pemerintahan Hidayat Ali (1994-1999) bertepatan dengan  peralihan dari orde baru kepada orde reformasi. Pergolakan politik nasional yang meruntuhkan sistem rezim Soeharto ternyata juga harus ditanggung oleh Hidayat Ali. Diujung pemerintahanya Hidayat Ali harus berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankanya dari aksi dan gerakan yang ingin menurunkanya dari tahta kepemimpinan.

Eforia remormasi telah memunculkan sejumlah elemen yang ingin memaksa Hidayat Ali turun dari jabatanya, dimotori oleh Forum Pemuda Pembela Rakyat (FPPR) berbagai dugaan kesalahan dan dosa orang nomor di Dompu itu diungkap, bahkan CO’O OI TOLO (Air irigasi kesawah,red) yang masuk kesawah milik Hidayat Ali dilaporkan sebagai dosa karena dianggap membobol dengan sengaja irigasi tanpa hak.

Tekanan demi tekanan politik dihadapi Hidayat ALi, FPPR dengan lima (5) personil utamanya Iwan Kurniawan SE (kini wakil ketua DPRD Dompu), Ikwahyuddin AK (kini Direktur DES), Imansyah Soebari, SE (kini Ketua PDIP Dompu), Muhammad Nukman SH (kini Advokad) dan Feri Ramadhan (kini PNS), terus memaksa Bupati Hidayat Ali turun dari jabatanya dengan dukungan ribuan warga. Bahkan saat Gubernur NTB yang dijabat oleh Drs Harun Alrasyid melakukan kunker ke Dompu FPPR bersama tim sembilan dan ribuan warga memaksa Gubernur NTB agar memaksa Bupati Dompu lenser dari jabatan. Bahkan kedua elemen yang berdemo dipendopo saat malam hari menyerahkan sepucuk surat keputusan yang mereka persiapkan sendiri untuk ditanda tangani Bupati Dompu dihadapan Gubernur NTB. Isi surat itu diantaranya Bupati bersedia mundur dari jabatanya.

Tak kuasa menahan aksi dan gerakan yang terus menekan, Hidayal ALi tampaknya sudah mulai menyerah dan ingin membubuhkan tandan tangan itu, tetapi sebelum surat keputusan itu ditanda tangani, Hidayat Ali menyempatkan diri untuk berembuk bersama keluarga dan pendukungnya. Hasilnya Hidayat Ali tidak boleh mundur, keluarga dan pendukungnya menyatakan siap menghadapi dan melawan sikap-sikap yang tidak dibenarkan dalam konstitusi.

Sejak saat itu Hidayat Ali tetap tegar memegang tampuk pimpinan, keluarga dan pendukung Hidayat Ali yang dimotori oleh Bondan Winarto CS melakukan perlawanan dengan menggelar aksi-aski kontra FPPR. Chaos dua kelompok besar dilapangan kerap terjadi, sejumlah orang terluka, beberapa fasilitas negara rusak akibat aksi pro kontra yang berlangsung saat itu.

Hidayat Ali yang dipaksa mundur oleh sejumlah elemen didaerah Dompu akhirnya mampu menyelesaikan masa tugasnya dengan baik, bahkan dipaksa turun Hidayat Ali malah jabatanya diperpanjang beberapa waktu lamanya hingga terjadi proses pemilihan Bupati yang dimenangkan oleh H Abubakar Ahmad SH.(Bersambung)

 

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]