oleh

Demo dan Anarkis

 

OLEH : Admin dompubicara.com

Menyampaikan pendapat melalui aksi demo diatur dalam UU nomor 9 tahun 1998 dan dijamin oleh UUD 1945 serta deklarasi universal hak asasi manusia bahwa menyampaikan pendapat didepan umum adalah hak asasi manusia. Sejak UU itu disyahkan aksi demo tak bisa dibendung lagi, setiap orang bebas melakukan aksi, apakah bersama-sama (ramai) ataupun berdemo sendirian yang penting bisa beraksi dan uneg-uneg tersampaikan.

Berbeda dengan aksi demo saat rezim orde baru berkuasa, setiap orang atau kelompok dibungkam dengan berbagai cara bahkan penghilangan nyawa secara paksa. Demo direzim itu dianggap sangat tabu dan tak boleh dilakukan, kalaupun terpaksa harus dilakukan maka bersiap-siaplah berhadapan dengan penguasa, kalaupun tak bisa disekolahkan (istilah dibunuh) maka akan dijerat dengan pasal yang dibuat-buat hingga masuk penjara.

Potret buram perjalanan sejarah dan demokrasi kita membuat anak-anak bangsa, begitu bersemangat ketika UU nomor 9 tahun 1998 disyahkan dan masuk dalam lembaran Negara. Tidak ada lagi yang bisa mengekang, aspirasi bebas disampaikan dan dengan cara apapun.

Tetapi lambat laun kebebasan berekspresi menjadi kebablasan oleh sebahagian anak bangsa, demo dan unjuk rasa tidak hanya sebagai sarana untuk menyampaikan aspirasi, lebih dari itu dimanfaatkan untuk memaksakan kehendak dalam mencapai tujuan.

Kita semua sudah mafhum berbagai aksi unjuk rasa lebih banyak diakhiri dengan caci maki sampai kepada kerusuhan. Banyak factor yang melatarbelakanginya, diantaranya karena dendam, aspirasi tidak dihiraukan, tujuan tidak tercapai. Tetapi factor lainya juga dipengaruhi oleh keinginan agar aksi itu dapat diketahui oleh khalayak ramai dan bisa difolouw-up oleh media.

Media juga dianggap cukup berpotensi untuk menyulut aksi menjadi kian beringas, sebab ada pemikiran sebagaian orang kalau aksinya biasa-biasa saja maka sikap media cukup dingin untuk melakukan peliputan. Tetapi bila sebaliknya maka media sangat bersemangat untuk menjadikanya sebagai berita besar.

Tetapi siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, pengunjuk rasa memang tidak boleh anarkis karena melanggar UU. Media juga tidak boleh menjadi ‘provokator’ dalam setiap aksi massa, penegak hukum juga harus tegas menindak setiap orang yang melanggar hukum.

Dan yang paling penting adalah aparat birokrasi yang selalu menjadi sasaran demo hendaknya segera meninggalkan mental yang selalu mencari celah untuk berbuat korup.

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]