oleh

Wartawan, Manusia atau Malaikat!

OLEH : H M NATSIR, WARTAWAN BIMA EKSPRES

Saya kerap kali mendengar selentingan dan pertanyaan cemooh dari beberapa pejabat di daerah. Apakah wartawan itu manusia atau Malaikat sehingga tahu semua urusan orang lain? Namun, di kalangan wartawan juga sering kita dengar kalimat sederhana, wartawan juga manusia. Sebagaimana ustazd, tak luput dari kesalahan dan dosa.

Tulisan ini bukan hendak menegaskan bahwa wartawan itu manusia atau malaikat, tetapi peran penting wartawan dalam mengontrol kehidupan umat manusia di bumi Allah ini bisa berdimensi luas sebagai manusia dan malaikat. Bayangkan, apa jadinya dunia ini tanpa wartawan. Peristiwa apa saja yang terjadi di belahan dunia sana secepat kilat diketahui oleh penghuni bumi di belahan lain. Begitu pula sebaliknya.

Saat ini peristiwa yang terjadi di sudut kota kecil di daerah A bisa diketahui oleh penduduk di daerah B dan dunia Internasional. Itu semua karena kerja keras wartawan dan jajaran redaksi media. Kinerja wartawan begitu luas, berwarna-warni melampaui tugas dan fungsi (Tupoksi) “Malaikat Rakib dan Atid” dalam ajaran Islam sebagai wartawan yang ditugaskan Allah mencatat kebaikan dan keburukan amal manusia.

Apalagi, didukung oleh teknologi informasi canggih yang setiap saat terus berkembang cepat. Maka tidak heran suatu saat nanti, siapapun orangnya bisa menjadi wartawan bagi dirinya, sehingga kinerjanya sebelum dikontrol orang lain sudah lebih awal dikotrol oleh dirinya sendiri. Dari aspek ini manusia bisa berubah fungsi sebagai malaikat Rakib dan Atid bagi dirinya.

Jika Tuhan mengutus malaikat Rakib dan Atid sebagai wartawan Tuhan bagi manusia, tentu memiliki Tupoksi yang jelas. Rakib diberi tugas khusus mencatat seluruh kebaikan yang dilakukan anak Adam bernama manusia, sedangkan Atid bertugas mencatat seluruh keburukan perbuatan manusia. Bedanya, hasil kerja mereka akan dibeberkan di akhirat kelak, sedangkan manusia yang diberi amanah berprofesi sebagai wartawan memiliki keleluasaan membuka kran informasi tanpa batas sesuai Kode Etik jurnalistik.

Rakib diperintahkan secepatnya mencatatkan amal kebaikan yang dilakukan anak Adam, tetapi bagi Atid, meski tahu orang itu berbuat jahat dan sudah jelas melakukan perbuatan yang dilarang Tuhan, tetapi konon dalam suatu riwayat Tuhan memberikan batas waktu selama enam jam untuk menunda penanya dalam mencatatkan amal kejahatan yang dilakukan manusia. Bahkan, jika anak Adam tumbuh kesadarannya dan beristigfar atas dosa yang dilakukan sebelum batas akhir waktu, maka catatan keburukan itu tidak jadi ditulis. Kenapa demikian? Karena Kode Etik kerja Malaikat tidak pernah meleset dari yang diperintahkan Tuhan.

Bahkan, antara Rakib dan Atid belum pernah terjadi silang-sengketa dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, meski areal kerjanya berdekatan dan bersinggungan antara satu dengan lainnya. Tupoksi dilakukan dengan sebaik-baiknya dan catatan itu menjadi alat bukti pada Pengadilan Allah di akhirat nanti. Tidak sedikit pun luput dari catatan mereka berkaitan dengan amal baik dan amal buruk anak Adam. Kalau begitu apa bedanya dengan wartawan manusia untuk sesamanya.

Mereka memiliki Kode Etik sebagai nyanyian wajib dalam melaksanakan tugas jurnalistik, tetapi kadang dikesampingkan demi mengejar berita hangat dan menaikan pamor berita. Lihat saja sebagian berita infotainment yang berani menggasak siapapun yang menjadi objek berita tanpa harus mengonfirmasi. Jadi sisi moralnya di mana?.

Kata Mantan Kepala Kemnag Kabupaten Dompu NTB, HM. Nasuhi, jika sudah memilih profesi wartawan harus benar-benar siap dan konsisten dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Artinya, dalam menjalankan tugas kewartawanan harus berpegang teguh pada etika dan Kode Etik Jurnalistik. Profesi wartawan, kata dia, dituntut professional dan idealis, selain itu wartawan jangan pernah ke luar dari Kode Etik Jurnalistik, apalagi terlibat pemerasan dan menjadikan profesi wartawan hanya karena ingin mencari keuntungan pribadi.

Tugas wartawan sangat mulia hanya menulis dan melakukan fungsi kontrol, dengan nawaitu semata-mata untuk kebaikan karena wartawan juga tidak kebal hukum. “Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas sehari-hari tetap menjaga nama baik wartawan,” ujar wartawan senior di Kabupaten Dompu saat berdiskusi sekitar Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kabupaten Dompu, Sabtu (9/2) lalu.

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]