oleh

Teroris Ala Densus, Mungkinkah Salah Label?

DOMPU–Mendengar nama teroris, saya langsung membayangkan sejumlah filem terutama yang diproduk barat betapa jahatnya pelaku teroris, menembak dan menyembelih orang tanpa ampun. Kalau mereka menggunakan pedang betapa ahlinya memainkan pedang, begitu juga kalau menggunakan senjata api, mereka sangat ahli bahkan melebihi dari sniper. Pokoknya teroris adalah pelaku kriminal yang sangat jahat dan membuat orang tidak pernah tentram dalam hidupnya.

Karena itu terbentuknya Densus 88 yang khusus menangani terorisme saya sangat gembira alasanya tentu saja kehidupan di negara ini menjadi sangat nyaman dan tentram serta akan jauh dari jangkauan teroris. Penggerebekan demi penggerebekan disejumlah daerah yang dianggap menjadi sarang teroris diawal-awal terbentuknya densus 88 dan menewaskan sejumlah orang sayapun sangat gembira bahkan meloncat kegirangan dengan kinerja densus.

Apalagi setelah menewaskan sejumlah terduga akan diikuti lagi dengan beberan media tentang keterkaitan dan jaringan teroris serta sejumlah barang bukti yang ditunjukan sangat menakutkan, karena kalau saja barang bukti berupa senjata dan karungan bom berhasil diledakan betapa banyaknya korban jiwa yang tak berdosa akan tercabik-cabik tertimpa serpihan bom. Melihat kenyataan sesuai dgn barang bukti yang ditemukan maka tidak ada alasan untuk tidak mendukung peran densus 88 bahkan sempat terlontar ‘tumpas tuh teroris hingga keakar-akarnya’.

Perasaan itu hinggap saat densus 88 beroperasi didaerah lain, tetapi tiba operasi dilaksanakan didaerahku sendiri ada perasaan ragu terutama menimpa seorang pemuda kriting yang berprofesi sebagai pelayan bakso bernama Sirajuddin alias Eja. Meski tidak mengenal secara mendalam, tetapi setidaknya empat kali bertemu dengan Eja saat menikmati baksonya bersama dengan keluarga di desa O’o Kecamatan Dompu.

Dari caranya melayani, pria bertubuh pendek itu kelihatan sekali auranya sangat ramah dan tidak banyak bicara. Paling-paling usai bayar dan hendak pulang Eja tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pelangganya. Istri dan anak-anak saya sangat senang dengan cara pelayanan Eja dan bosnya, sehingga tak heran walau bakso itu terletak ditengah perkampungan yang padat, pakai mobil harus hati-hati karena melewati gang sempit, tetapi istri dan anak-anak selalu menagih untuk datang dan makan bakso disana.

Bakso BERKAH namanya memang cukup menggoda selera, kuahnya cocok dan salah satu pentolanya cukup besar lebih besar dari bola tenis harganya Rp 12.000 ribu permangkok. Tetapi ketagihan istri dan anak saya ternyata bukan hanya itu ada belanjaan lain yang juga ternyata cukup menggoda. Karena selain bakso ada jualan pakaian muslimah, seperti mukenah, jilbab berikut asesoris lainya. Karena itu tidak heran ketika pulang pasti ada bungkusan lain yang bisa dibawa pulang yaitu pakaian muslimah.

Sirajuddin alias Eja ternyata tidak hanya disukai oleh pelanggan yang pernah makan baksonya, dikampungnya Dusun Worobaka Desa Baka Jaya Kecamatan Woja Dompu Eja juga sangat dicintai oleh teman sebayanya dan orang kampungnya. Diumurnya SD sejak mengenal lingkungan, Eja kerap tidak pulang kerumah karena mencari nafkah. Bahkan pernah tinggal dengan pak Made yang sudah masuk islam dengan nama Ismail tinggal dikaki gunung Nowa. Bersama mualaf itu dia bekerja mencari uang sebagai penunggu bebek dari sawah kesawah.

Dia juga pernah bekerja sebagai penggembala sapi dan praktis dia tidak pernah menyusahkan orang tua untuk uang belanja. Setamat SMP melanjutkan ke SMK dan tidak sampai tamat kemudian bekerja sebagai pelayan bakso.

Tertembaknya Eja hingga tewas bersama dua terduga lain asal Poso di sebuah kebun kacang kedelai belakang terminal Ginte memang menghentakan semua orang, apalagi bersamanya terdapat begitu banyak barang bukti berupa senjata api, bom pipa, bahan-bahan pembuat bom lainya. Pertanyaan yang menggelayut ada apa dia bersama dengan terduga teroris disebuah kebun dan kenapa dia merencakan mengebom didaerahnya yang tentu saja akan mengorbankan saudara-saudaranya sendiri yang dicintai.

Pertanyaan lainya kenapa terduga teroris begitu baik pada semua orang, tak terlihat aura kekerasan diwajahnya. Tetapi yang pasti kepolisian telah punya alasan kenapa bisa menembak mati. Sangat berbanding terbalik dengan masyarakat sekitar sangat tidak percaya kalau Eja terlibat jaringan teroris. Bukti kecintaan masyarakat sekitarnya dengan hadirnya ratusan bahkan mungkin lebih seribu hadir ke pemakaman Eja. Masyarakat sekitar juga menggelar tahlilan selama seminggu dikediamanya yang diakhiri dengan menyembelih kambing untuk memohon arwah almarhum diterima sisi Allah SWT.

Satu harapan masyarakat yang masih menunggu jawaban pemerintah adalah bagaimana status Eja, mungkinkan dia salah label?

 

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]