oleh

Illegal Loging di NTB , Kejahatan Luar Biasa

Oleh : Prof.Dr. H.Zainal Asikin, SH,SU

I. PENDAHULUAN

Tahukan kita, seberapa parah kerusakan hutan di Indonesia ? Kerusakan hutan di Indonesia akibat kegiatan illegal logging maupun illegal mining semakin luas. Sampai saat ini, dari 130,68 juta hektar hutan nasional, 41 juta hektar hutan menjadi gundul. Akibat dari illlegal logging alias pembalakan liar saja negara ditaksir mengalami kerugian tr¬liunan rupiah.

Di delapan provinsi saja sejak 2004-2012 terjadi 2.494 kasus pembalakan liar untuk lahan perkebunan dan pertambangan ilegal. Akibat illegal logging saja negara berpotensi merugi Rp 276,4 triliun.

Di NTB menurut data terakhir tahun 2014, luas lahan kritis sudah mencapai 507 ribu ha, terdiri atas 230 ribu ha di dalam kawasan hutan dan 277 ribu ha di luar kawasan. Empat hutan di antaranya mengalami kerusakan parah, yaitu hutan Labangka, Matta Kabupaten Sumbawa dan Tambora Kabupaten Dompu serta Kawasan Taman Nasional Gnung Rinjani (TNGR), Kabupaten Lombok Utara.
Masihkah kejahatan terhadap perusakan hutan dikategorikan sebagai kejahatan biasa, padahal dampaknya akan dirasakan oleh anak cucu kita ke depan ? Saya berpendapat kejahatan terhadap kegiatan illegal logging tidak lagi dianggap sebagai “kejahatan biasa “, tetapi sudah termasuk kejahatan yang mengancam masa depan bangsa akibat rusaknya ekosisten lingkungan yang menjadi penyangga kehidupan suatu daerah.
Oleh sebab itu menghukum para pelaku perusakan hutan, perusakan lingkungan, perusakan ekosistem dengan hukuman yang biasa biasa saja dan dengan hanya pendekatan normative tidak akan memberikan efek jera kepada penjahat lingkungan.
Katakanlah , dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) semuanya telah mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku illegal logging.

Undang undang di atas kemudian dirubah dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN dalam Bab X Pasal 82 sampai Pasal 104 telah diatur secara rinci tentang hukum bagi pelaku perusakan hutan, baik perorangan dan korporasi dengan bebagai jenis hukuman baik pidana, hukuman denda dan pemusnahan barang bukti.
Tapi persoalannya, mengapa mereka masih saja “ berani melakukan tindakan perusakan hutan ?

II. MENYATUKAN LANGKAH

Jika dilihat dari semangat pemberantasan pembalakan liar, illegal logging atau perusakan hutan sebagaimana diatur dalam perudangan undangan , terlihat niat pemerintah sangat serius. Akan tetapi aparatur pemerintah atau struktur hukum sering melakukan tindakan yang tidak selaras dengan semangat di atas, bahkan membuat kebijakan dan aturan yang justru bertentangan dengan penegakan semangat hukum.

Misalnya Menteri Kehutanan tahun 2007 mengeluarkan PERMEN KEHUTANAN NO. 33/MENHUT II/2007 24 AGUSTUS 2007 yang memberikan kewenangan kepada Kepala Desa untuk membuat Surat Keterangan Asal Usul (SKAU), dan dengan surat ini maka seseorang boleh mengeluarkan dan mengangkut kayu hasil hutan atas nama hutan rakyat.

SKAU itu sebenarnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan umum dan bencana alam sebagaimana diatur dalam Permenhut No.P7/Menhut II/2009. Persoalannya apakah ada jaminan bahwa penerbitan SKAU oleh Kepala Desa tidak disalah gunakan, dan dipergunakan untuk mengangkut kayu hasil kejahatan illegal logging ?
Disinilah letak persoalannya, bahwa acapkali kayu kayu hasil illegal loging begitu mudahnya dapat dikeluarkan oleh “ penjahat lingkungan di NTB ‘ hanya berbekal SKAU yang dibuat oleh Kepala Desa, yang akhirnya membuat Polisi Kehutanan tidak berdaya memberantas illegal logging di NTB.
Persoalan lain yang menjadi pemicu semakin maraknya kejahatan illegal logging di NTB adalah adalah lemahnya penegakan hukum, terutama dalam memberikan hukuman bagi para penjahat lingkungan.
Penulis belum pernah mendengar dan melihat adanya “hukuman maksimal 15 tahun “ bagi penjahat illegal loging di NTB, sehingga para penjahat lingkungan tidak pernah jera dalam mengulangi tindakannya. Disamping hukuman yang ringan, barang bukti yang terkait dengan tindakan para penjahat seperti “ Truk Pengangkut Kayu “ tidak pernah dimusnahkan, dibakar dan dihancurkan seperti tindakan menteri Susi dalam menanggulangi pencurian ikan.

Dalam praktik bahwa “Truk Pengangkut Kayu “ tersebut di lelang yang bertujuan agar hasil lelangnya diserahkan dan dimasukkan dalam kas negara. Tetapi yang aneh, para pemenang lelang terhadap Truk Pengangkut Kayu itu adalah para penjahat itu sendiri, yang di kemudian hari digunakan kembali sebagai sarana melakukan kejahatan.
Dalam pasal 194 ayat (1) KUHAP ditentukan bahwa, dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
Aspek lain yang perlu menjadi perhatian adalah “mendesak “ untuk segera dibentuknya Lembaga Pencegahan, Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 54 UU No.18 Tahun 2013. Meneliti makna yang terkandung dalam pasal tersebut, maka sangat jelas bahwa pemerintah ingin membentuk sejenis KPK di dalam menanggulangi perusakan hutan , dan mengindikasikan bahwa kejahatan perusakan hutan bukan lagi kejahatan biasa, tetapi kejahatan luar biasa.

III. Kesimpulan
Berangkat dari pemahaman dan pengalaman di atas maka jelaslah bahwa memberantas kejahatan illegal loging, tidak bisa dilakukan dengan cara cara yang biasa, tetapi harus dilakukan dengan cara yang luar biasa, seperti yang dilakukan dalam memberantas kejahatan luar biasa lainnya
Untuk itu diperlukan kerjasama semua pihak untuk secara sungguh sungguh memberantas kejahatan perusakan hutan dengan cara membatalkan produk hukum yang berada dibawah undang undang yang dirasa menghambat pemberantasan illegal logging, memperberat hukuman bagi pelaku lllegal logging, memusnahkan barang bukti (mobil dan truk) yang digunakan sebagai sarana kejahatan, serta mendesak pemerintah membentuk lembaga pembertantas kejahatan perusakan hutan setara dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]