Baca Pledoi, Aprialely Terdakwa Kasus Korupsi Shelter Tsunami Menangis

Tampak dua terdakwa saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Mataram

MATARAM-Pernahkah anda mengikuti sidang pidana terutama disaat terdakwa membacakan pledoi sebuah nota pembelaan dihadapan majelis hakim?. Terutama ketika pledoi dibacakan langsung oleh terdakwa sendiri, pasti hati merasa terenyuh karena disaat itulah uneg-uneg dikeluarkan apalagi dalam pusaran kasus yang menjeratnya merasa tidak seperti yang dituduhkan.

Jaksa KPK Gagal Buktikan Kerugian Negara Rp 18,4 Miliyar

Begitulah yang terjadi pada terdakwa Aprialely yang didakwa Jaksa KPK melakukan korupsi sebesar Rp 18,9 miliyar atas pembangunan shelter tsunami Kabupaten Lombok Utara ditahun 2014. Aprialely yang memegang amanat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ini menangis dihadapan majelis hakim yang mengadilinya, Rabu 21 Mei 2025.

”Maafkan mama nak, satu tahun terakhir ini mama belum bisa menjadi ibu yang selalu ada buat kalian,” ujar Aprialely dengan nada parau. Dia juga meminta maaf pada suami dan anaknya yang ikut hadir dan menyaksikan dari kursi pengunjung.

Aprialely juga mengakui memegang jabatan krusial sebagai pejabat pembuat komitmen pada proyek pembangunan shelter tsunami itu. Meski demikian dia meyakinkan majelis hakim bahwa kesalahan yang terjadi bukan peran tunggalnya sebagai PPK. Pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan penuh tanggungjawab.

Pledoi Yang Menyentuh Perasaan Terdakwa Abubakar Husain

Malapetaka muncul ketika gempa berskala besar mengguncang pulau Lombok ditahun 2018 yang mengakibatkan kerusakan dibagian ramp dan tangga. Akibat bencana alam itulah proyek tersebut diselediki KPK dan ditetapkan dua orang menjadi terdakwa.

Aprialely juga menyayangkan dirinya yang baru tahu kalau dalam fakta persidangan kalau perusahaan konsultan perencanaan yang mengerjakan proyek tersebut hasil pinjam bendera tidak murni dari perusahaan yang memiliki kompetensi dibidang itu.

Sebagai PPK pihaknya siap bertanggungjawab dan bila diberi kesempatan, hukuman yang diberikan digantikan dengan memperbaiki ramp dan tangga yang rusak tersebut.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, KPK mendakwa Aprialely dan terdakwa lain Agus Heriyanto (pelaksana) merugikan negara sebesar Rp 18,9 miliyar dari pagu anggaran sekitar Rp 20 miliyar. Tetapi dalam fakta persidangan Jaksa KPK tak dapat membuktikan kerugian negara sebesar itu kepada keduanya.

Sehingga dalam Jaksa KPK menjeratnya dengan pasal 2 UU Tipokor dengan tuntutan 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta (kurungan 6 bulan) bila tidak dibayar untuk Aprialely, sedangkan untuk Agus Heritanto dituntut 7,5 tahun subsider 6 bulan kurungan dan masih ditambah dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,3 miliyar bisa tidak dibayar diganti dengan 2 tahun penjara. (urino)