oleh

Tim Advokasi Keadilan Untuk Nilakanti Akan Terus Kawal Kasus NL

DOMPU-Tim advokasi Keadilan untuk tersangka Nilakanti mengaku akan terus mengawal kasus yang kini tengah bergulir di Polres Dompu. Tim advokasi menilai ada ketidak beresan dalam penanganan kasus yang berawal dari dugaan penggelapan Laptop merek Asus warna biru.

Nilakanti dilaporkan oleh pimpinan SD IT Al Hilmi Dompu dengan dugaan penggelapan. Sebab pasca diberhentikan sebagai bendahara disekolah terkait tersangka tak kunjung mengembalikan laptop yang sebelumnya merupakan alat kerjanya. Nilakanti sendiri menolak mengembalikan laptop tersebut dengan alasan harus terlebih dahulu mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan selama menjadi bendahara.

Tidak menemui titik temu SD IT Al-hilmi Dompu melapor ke Polres dengan pasal 372 tentang penggelapan. Atas laporan itu Polres memprosesnya hingga nilalanti menitipkan Laptop kepenyidik. Ancaman hukuman pasal 372 pidana penjara selama-lamanya 4 tahun.

Atas dugaan ketidak beresan itu tim advokasi keadilan untuk Nilakanti yang terdiri dari Hj Rinah Marinah, SH,MH, Sugiyanto Pranotonagoro,SH, Unang Margana SH, Nia Rohana SH, Karnaen SH, MH dan Isman Muslim SH telah berkirim surat kepada Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Surat itupun telah mendapat respon positif dari ketua LPSK dengan syarat harus melengkapi berbagai dokumen yang disyaratkan.

Kasus Nilakanti sempat viral dan menjadi trending topik dimedia sosial lantaran mencoba menerobos istana presiden. Kasus ini juga akan terus diikuti dan ditunggu perkembangan oleh publik tanah air lantaran sangat menarik gara-gara laptop merek asus warna biru hingga dia berbulan-bulan luntang-lantung di Jakarta mencari keadilan bagi dirinya.

Dikutip dari jurnalnusantara.com. Ketua Badan Advokasi Indonesia (BAI) Kabupaten Cianjur Asep Mulyadi SH menyatakan keprihatinannya atas peristiwa yang terjadi dengan Nilakanti. Nilakanti sudah ditetapkan sebagai tersangka atas pelaporan dari kepala sekolah dengan dugaan telah melakukan tindak pidana penggelapan sebuah laptop. Namun penetapan tersangka ini dirasa sarat dengan kejanggalan dan patut diduga adanya kriminalisasi atas peristiwa tersebut.

Hal ini menurut BAI Nilakanti adalah bagian dari karyawan tetap Yayasan di bawah naungan kepala yayasan yang pada saat dilaporkan secara legal. Surat pemberhentian tidak pernah terima dari kepala yayasan melainkan dari kepala sekolah. Bila ditafsirkan secara hukum Nilakanti masih sah sebagai karyawati yayasan tersebut dengan segala hak dan kewajiban yang melekat sebagai karyawati yayasan termasuk hak penguasaan barang inventaris seperti Laptop dan sebagainya.

“Dalam hal penetapan tersangka terhadap Nilakanti yang tertuang dalam surat Penetapan tersangka yang seprin dan SPDP menurut keterangan Nilakanti terbit 2 kali padahal sebelumnya sudah ada penetapan pengadilan putusan prapradilan. Sementara itu perlu diketahui juga penetapan tersangka kepada seseorang, berkaitan erat dengan hak asasi manusia yaitu kelayakan dan ketentraman hak hidup yang nyaman pada seseorang dan berkenaan dengan hak asasi manusianya.” tutur Asep Mulyadi menegaskan.

“Dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yg cukup. Berdasarkan yang tertuang di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP penetapan tersangka juga harus memenuhi unsur alat bukti yang sah terdiri dari Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat Petunjuk, Keterangan terdakwa. Selain itu mengenai syarat penetapan tersangka juga diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014, dimana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang cukup sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.” ungkapnya menambahkan.

Selanjutnya iapun menjelaskan bahwa berdasarkan bukti permulaan, seseorang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana yang bergantung kepada kualitas dan siapa yang memberikan pengertian tersebut, antara penyidik dengan tersangka atau kuasa hukumnya bisa saja saling berbeda.

Asep menambahkan prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang langsung menjadi tersangka.

Keputusan penyidik untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka merupakan tindak lanjut dari sebuah proses hukum penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan, penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU.

Untuk pihak terkait dapat memberikan kepastian hukum terhadap inilakanti yang sudah lebih dari tiga tahun perkaranya terkatung-katung atau terkesan dipaksakan dan demi keadilan penyidik harus bisa menindaklanjuti laporan Nilakanti terkait adanya dugaan pencurian yang tertangkap kamera cctv, yang sampai saat ini belum ada kejelasan” Pungkas nya.***(DB01)

 

 

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]