oleh

Warga Miskin Belum Sepenuhnya Merdeka

DOMPU–Warga miskin belum sepenuhnya merdeka, sebab masih saja ada hambatan dari pihak-pihak tertentu sehingga ada warga yang benar miskin menjadi tidak miskin. Pernyataan itu disampaikan oleh H Abdul Muis, SH,M.Si salah satu pembicara dalam diskusi refleksi kemerdekaan RI yang bertajuk ‘Indonesia Merdeka Kata Siapa?” digedung Pemuda pada rabu 4/9/13.

Diskusi dengan tema yang cukup menarik itu dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah (LDK) Al-Amin dengan menghadirkan empat pembicara. Selain Abdul Muis, juga Kisman Pangeran SH (praktisi hukum), Salahuddin Al-Ayyubi, M.Si (aktifis Hizbul Tahrir Indonesia HTI) dan Drs H Abdullah Arsyad (Ketua MUI Dompu).

Menurut Abdul Muis secara hukum Indonesia merdeka pada tahun 1945 lalu atau 68 tahun yang silam. Kemerdekaan itu dicapai setelah rakyat Indonesia berjuang mengangkat senjata mengusir penjajah keluar dari ibu pertiwi. Lalu kemerdekaan yang mana yang kini banyak dipersoalkan?.

Definisi kemerdekaan saat ini adalah adanya kebebasan setiap setiap warga tidak tertekan secara politik, sosial dan ekonomi. Persoalanya adalah apakah kita sudah bebas?, realitasnya belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat.

Secara politik, belum terbangunya kesadaran politik yang memadai dari sebahagian masyarakat terutama dalam menggunakan hak-hak politiknya. Kebebasan untuk menggunakan hak politik masih tercederai oleh sikap-sikap yang tidak terpuji. Karena dalam menentukan pilihanya sebahagian masyarakat masih bersandar kepada politik uang. Kondisi itu diperparah oleh sikap politisi yang instan tanpa proses yang matang dengan hanya menggunakan finansial untuk mempengaruhi sikap politik. ”Disamping pemahaman sebahagian masyarakat tentang pentingnya menjatuhkan pilihan secara benar,” ungkapnya.

Secara sosial, Abdul Muis melihat ternyata untuk menjadi warga yang miskin masih susah atau tidak diberikan kebebasan untuk menjadi warga miskin. Menurutnya tidak satupun warga ingin menjadi miskin, tetapi karena kondisinya yang mengharuskan demikian. Tetapi dalam moment tertentu masih saja ada pihak-pihak yang menghambat mereka untuk miskin.

Dicontohkan pada saat pendataan penduduk miskin untuk mendapatkan bantuan, ada saja pihak tertentu yang menghambat dengan tidak mencantumkan mereka sebagai penduduk yang benar-benar miskin, disisi yang lain justru mengakomodir mereka yang sebenarnya lebih mampu. ”Berarti ini kan tidak memberikan kebebasan bagi warga untuk miskin,” sindirnya.

Sedangkan menyangkut ekonomi, dia lebih melihat kepada regulasi-regulasi yang belum berpihak kepada warga miskin, pembiaran terhadap penyakit masyarakat seperti judi Togel adalah sebuah upaya menjerumuskan masyarakat kelembah kemiskinan. Hukum ekonomi sudah jelas bahwa dimana daerah yang jumlah peredaran uangnya banyak maka bisa dipastikan akan mampu mensejahterakan rakyat. ”Kumpulan uang hasil taruhan yang sangat banyak akan ditransfer keluar daerah dan itu kondisi yang sangat merugikan,” pungkasnya.

Sementara Kisman Pangeran SH lebih menyoroti dari sisi hukum, menurut dia sejauh ini penegakan hukum dinegeri ini masih tidak berkeadilan. Dicontohkan pencuri sandal jepit hukumanya sama dengan kuroptor yang merugikan negara. ”Padahal pemilik sandal saja tidak terlalu rugi akibat curianya,” seloroh Kisman.

Yang tak kalah sengitnya dari pembicara Salahuddin Al-Ayyubi aktifis HTI, menurut dia Indonesia saat ini dalam kondisi galau akibat ketidak pastian. Satu-satunya solusi yang ditawarkan oleh dia adalah Indonesia sebagai negara mayoritas Islam harus kembali kepada Syariat Islam sehingga cita-cita menjadi negara yang damai, aman dan makmur tercapai.

Dialog yang dihadiri para aktifis, mahasiswa dan pelajar ini cukup alot. Sejumlah penanya cukup kritis terhadap persoalan-persoalan yang muncul, menurut mereka untuk mencapai kemajuan hendaknya tidak hanya pandai mengajukan kritik tetapi juga harus solutif.

 

 

Komentar

Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Bijaklah dalam pemilihan kata yang tidak mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA. Salam hangat. [Redaksi]