DOMPU-Terdakwa dugaan korupsi mantan Kadis Disperindag Dompu NTB Dra Hj Sri Suzana,M.Si meminta pada Kejaksaan Agung RI untuk melakukan eksaminasi (pemeriksaan ulang) atas kasus yang menjeratnya hingga divonis hukuman 1 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor NTB.
Permintaan eksaminasi tertanggal 4 September Oktober 2024 itu dibalas Kejaksaan RI 2 Oktober yang ditandatangani Jaksa Muda Utama DR Abdul Qohar AF. Dalam jawaban surat tersebut mengemukakan bahwa eksaminasi belum dapat dilakukan mengingat kasusnya masih bergulir ditingkat kasasi setelah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Mataram dengan penjara 1 tahun dan ditambah dua tahun penjara oleh Pengadilan Banding Provinsi NTB.
”Berdasarkan hal tersebut, permohonan untuk dilakukan eksaminasi belum dapat dikabulkan karena perkara a quo karena baik pada pengadilan negeri maupun pada tingkat banding terbukti dan saat ini masih dalam tahap upaya hukum kasasi,” jawab Kejagung dalam suratnya.
Tak puas atas jawaban itu terdakwa kembali melayangkan surat tertanggal 22 Oktober 2024 agar Kejagung tetap dapat melakukan eksaminasi mengingat ada kekeliruan dan kesalahan JPU menuntut yang diikuti kekeliruan diputus majelis hakim. ”Ini menjangkut nasib orang,” tegas Sri Suzana.
Untuk diketahui mantan Kadis ini sejak ditetapkan sebagai tersangka langsung melakukan perlawanan melalui Praperadilan PN Dompu tapi gugur karena kasusnya keburu didaftarkan ke PN Tipikor Mataram.
Persidangan berlangsung alot, terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya Kisman Pangeran SH,MH dkk berusaha menyodorkan saksi dan alat bukti serta fakta untuk mematahkan dakwaan JPU. Namun semuanya berakhir dengan putusan bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara.
Selanjutnya terdakwa kembali melakukan perlawanan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi NTB. Hasilnya malah hukuman ditambah menjadi 2 tahun penjara. Masih tak puas karena merasa tak bersalah terdakwa kembali melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. ”Saya tak akan berhenti untuk mencari keadilan ini,” tegas Sri Suzana.
Karenanya atas kasus yang dialami, pihaknya telah meminta untuk diatensi mulai Komnas HAM, Menko Hukum dan HAM RI, Menteri Hukum, Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum. ”Kasus ini harus didengar dan diketahui oleh pejabat Hukum dan HAM anggota DPR RI,” paparnya lagi.
Ketidakadilan yang terimanya kata dia sebenarnya telah terungkap didepan persidangan melalui saksi-saksi, tetapi itu diabaikan sama sekali oleh majelis hakim. Seperti ada pengakuan ahli yang menghitung kerugian negara, dalam ketaranganya mengakui terus terang telah salah menghitung. Hal itu semata-mata karena ahli hanya merujuk data penyidik tidak berdasarkan kontrak.
”Karena sudah keliru dan salah dalam menghitung kerugian negara, tentu konsekwensinya dakwaan JPU tak terbukti dan itu tertuang dalam putusan PN Mataram,” ungkapnya.
Disisi lain terdakwa juga mengungkap terjadi perubahan tahun pengembalian uang kerugian negara yang sangat mempengaruhi putusan. Dalam kwitansi penyetoran kerugian negara sebesar Rp 167.589.000 atas temuan Inspektorat.
Dalam kwitansi pengembalian ke negara tercatat tanggal 14 April 2022, tetapi dicatat sebagai pengembalian uang pengganti tertanggal 22 April 2023.
Umi Nana panggilan terdakwa menguraikan berdasarkan Pasal 20 Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Sistim Administrasi Pemerintah dan Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang- undang No 23 Tahun 2014 pasal 385 Tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang RI No 15 Tahun 2004 pasal 20 ayat 3 Tentang Pemeriksaan dan tanggung jawab pengelolaan keuangan Negara,
Nota kesepamahan antara menteri Dalam Negari,Kejagung dan Kepolisian RI No 100.4.7/437/SJ,No : 1 Tahun 2023, No : NK/1/1/2023 Tentang koordinasi Aparat Pengawasan internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dalam penanganan laporan dan pengaduan penyelengaraan pemerintah Daerah,pasal 20 huruf (b) pengembalian kerugian keuangan Negara sejumlah Rp 167.589.000,- (Seratus Enam Puluh Tujuh Juta lima Ratus Delapan Puluh Sembilan Rupiah ) ke Kas Daerah Kab. Dompu tersebut seharusnya dapat menyelesaikan perkara ganti kerugian sebagaimana amanat Undang Undang namun, terhadap perkara aquo ditingkatkan statusnya dari Penyelidikan menjadi Penyidikan oleh Penyidik Kejari Dompu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-01/n.2.15/FD.1/06/2022 .tertanggal 21 Juni 2022.Inilah sikap arogansi Mantan Kejari Dompu dan Penyidiknya yang bekerja tidak sesuai dengan kententuan dan aturan yang berlaku serta melawan kebijakan Internal dari Kejagung itu sendiri.
Selain aturan diatas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Rumusan Kamar Pidana menyebutkan “Ketentuan batas waktu 60 (enam puluh) hari pengembalian kerugian Negara atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan/Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara tidak berlaku bagi Terdakwa yang bukan pejabat yang mengembalikan kerugian keuangan Negara dalam tenggang waktu tersebut.
Ketentuan tersebut hanya berlaku bagi penyelenggara Negara/pemerintahan, tetapi tidak bersifat mengikat manakala pengembalian kerugian negara oleh penyelenggara Negara/pemerintahan tersebut dilakukan setelah batas waktu 60 (enam puluh) hari adalah menjadi kewenangan Penyidik melakukan proses hukum, apabila ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. (DB01/bersambung)